Senin, 31 Oktober 2011

Sedimentasi

Senin, 10 Oktober 2011 13:19
 
Sebelum mengetahui apa dan bagaimana dampak sedimentasi atau proses pengendapan, perlu diketahui bahwa sedimen dalam pengertiannya hampir berbeda dari setiap orangnya, seperti Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia. Lalu Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebgai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam. Sedangkan Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Walaupun pengertiannya agak berbeda sati dengan lainnya, dapat ditarik satu hal bahwa sama-sama merelukan proses dan proses itu adalah proses pengendapan untuk membentuk sedimen/ endapan itu sendiri.
Selanjutnya adalah, daerah pesisir, daerah pesisir adalah Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerahpaparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi didarat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Definisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan terjadinya proses pengendapan atau sedimentasi secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir
Sedangkan sedimentasi sendiri adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.
Dalam sedimentasi sendiri, ada jenis dan tempatnya. Jenis-jenis sedimentasi adalah :
Jenis Sedimen Laut
• Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair.
• Sedimen Biogenik Pelagis                                                                          
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton laut.
Jenis-jenis Sedimentasi
• Lithougenus Sedimen
Sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi tertrransforkan telah melemah.
• Biogeneuos Sedimen
Sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.
• Hidreogenous Sedimen
Sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit
• Cosmogerous Sedimen
Sedimen yang berasal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara atau angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin.
Sedangkan untuk tempat-tempat terjadinya sedimentasi adalah :
• Sedimentasi sungai
Pengendapan yang terjadi di sungai disebut sedimen fluvial. Hasil pengendapan ini biasanya berupa batu giling, batu geser, pasir, kerikil, dan lumpur yang menutupi dasar sungai. Bahkan endapan sungai ini sangat baik dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau pengaspalan jalan. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang bermata pencaharian mencari pasir, kerikil, atau batu hasil endapan itu untuk dijual.
• Sedimentasi Danau
Di danau juga bisa terjadi endapan batuan. Hasil endapan ini biasanya dalam bentuk delta, lapisan batu kerikil, pasir, dan lumpur. Proses pengendapan di danau ini disebut sedimen limnis.
• Sedimentasi Darat
guguk pasir di pantai berasal dari pasir yang terangkat ke udara pada waktu ombak memecah di pantai landai, lalu ditiup angin laut ke arah darat, sehingga membentuk timbunan pasir yang tinggi. Contohnya, guguk pasir sepanjang pantai Barat Belanda yang menjadi tanggul laut negara itu. Di Indonesia guguk pasir yang menyerupai di Belanda bisa ditemukan di pantai Parang Tritis Yogyakarta.
• Sedimentasi Laut
Sungai yang mengalir dengan membawa berbagai jenis batuan akhirnya bermuara di laut, sehingga di laut terjadi proses pengendapan batuan yang paling besar. Hasil pengendapan di laut ini disebut sedimen marin
Jika dilihat, Lithougenus Sedimen adalah hasil dari erosi pantai dan hasil erosi daerah upland. Disini digaris bawahi bahwa salah satu dampak dari sedimentasi adalah erosi pantai. Apakah hanya sampai erosi pantai? Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh proses aliran dandiendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya terhambat dan lama kelamaan akan terhenti. Sedimen hasil erosi terjadi sewbagai akibat proses pengelolaan tanah yang tidak memenuhi kaidah- kaidah konservasi pada darerah tangkapan air bagian hulu. Lalu sedimen laut menurut asalnya ditentukan. Karakteristik dari sedimen itu sendiri akan mempengaruhi morfologi, fungsional serta tingkah laku dan nutrient hewan laut. Seperti yang diketahui bahwa limbah industry masuk ke dalam ekossitem perairan, maka akan terjadi proses pengendapan pada sedimen. Hal ini mengakibatkan meningkatnya konsentrasi bahan pencemar pada sedimen.
Tinnginya sedimentasi ini mengakibatkan upaya pengerukan di pantai-pantai, terutama yang berfungsi untuk pelabuhan jadi membutuhkan dana besar. Contohnya, pengerukan di pelabuhan Tanjung Perak , Surabaya sampai sepanjang 25.000 meter, pelabuhan Belawan, Medan mencapai 13.500 meter, Palembang 28.000 meter, Banjarmasin 15.000 meter, Samarinda 20.000 meter, Pontianak 11.250 meter, Jambi 17.000 meter, Sampit 27.000 meter dan pelabuhan Pulai Pisa 19.000 meter. Akibat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai di Indonesia ini disamping juga adanya erosi, tak kurang dari 124 pantai di Indonesia akhirnya mengalami kerusakan.
Pantai di Aceh, contohnya tak kurang dari 34 pantainya mengalami kerusakan. Selain karena sedimentasi, juga karena adanya pemukiman, pariwisata dan pembukaan tambak. Di Jawa Barat, pantai yang mengalami erosi mencapai 28 pantai. Sedang DKI Jakarta, tak kurang 8 pantai yang mengalami erosi. Memang, erosi pantai tak semata-mata karena sedimentasi. Namun, sedimentasi sungai mempunyai pengaruh besar terhadap erosi pantai. Meningkatnya aktivitas manusia akhir-akhir ini di sepanjang aliran sungai telah memberi pengaruh terhadap ekosistem muara. Kegiatan yang memberikan dampak terhadap muara tersebut antara lain penebangan hutan di bagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepanjang aliran sungai. Sebagai dampaknya jumlah sedimen di dalam sungai (suspended solid) bertambah dan menyebabkan pendangkalan. Faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi yang terjadi di muara antara lain aktivitas gelombang dan pola arus.
Pendangkalan akibat sedimentasi alamiah Membawa beberapa dampak negatif. Dasar di hilir sungai akan meninggi akibat sedimentasi ini. Akibatnya, air tidak mengalir dengan baik sehingga meningkatkan kemungkinan banjir. “Jalur air ke laut terhalang oleh sedimentasi. Beberapa kelurahan di pesisir Surabaya sudah semakin sering kebanjiran,” ujarnya. Ekosistem pesisir juga terancam oleh pendangkalan. Biota-biota perairan dangkal kehilangan habibat. Padahal, biota laut dangkal sumber makanan utama ikan-ikan di Selat Madura. Jika kehilangan makanan, populasi ikan menyusut sehingga jumlah tangkapan nelayan berkurang. Bagi pelayaran, dampak pendangkalan berupa menyempitnya alur. Akibatnya, perahu dan kapal semakin terbatas ruang geraknya.
Walaupun tidak semua dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif, seperti dalam jangka panjang sedimentasi dalam jutaan tahun kembali akan mengahasilkan mineral yang berguna untuk energy seperti minyak dan gas alam atau seperti pengendapan yang terjadi di sungai, banyak yang menggali dan menambang pasir di darerah sungai karena sedimentsi menyebabkan kualitas pasir menjadi bagus untuk bahan bangunan dan untuk membuiat jalan. Tetapi yang kita lihat selama ini adalah terjadinya abrasi pantai, terlalu banyak organisme yang mati akibat tercemar logam berat, habitat dan ekosistem banyak yang rusak disebabkan pengikisan pantai yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Apa yang dimaksud dengan kembali menghijaukan dimana tepatnya terjadi proses pengendapan yang mengakibatkan kerugian baik pada organisme, habitat, ekosistem maupun pada lingkungan seluruhnya.
Banjir
Banjir merupakan peristiwa yang akrab bagi kota-kota di Pantai Utara Jawa termasuk kota Jakarta.  Jakarta yang dibangun oleh Jan Pieters Z. Coen di awal abad ke 17 dengan konsep kota air (waterfront city) merupakan kota yang sangat akrab dengan permasalahan banjir sejak wal pendiriannya.
Pada waktu didirikan di tahun 1619 pada lokasi kota pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia dirancang dengan kanal-kanal seperti kota Amsterdam dan kota-kota lain di Belanda. Secara historis semenanjung dan Teluk Jakarta memang rawan banjir akibat peningkatan debit air sungai-sungai Cisadane, Angke, Ciliwung dan Bekasi pada musim hujan. Tetapi saat itu desain ini gagal diterapkan karena tingginya sedimentasi dan rendahnya pemeliharaan saluran dan kanal.
Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Jakarta terutama di bantaran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Berdasarkan dokumentasi, Kota Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1918. Selanjutnya banjir besar juga terjadi pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007.
Banjir Jakarta pada tahun 1996 terjadi pada seluruh penjuru kota serta menjadi tragedi nasional yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir kembali melanda Jakarta dan sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan parah.
Banjir besar Jakarta tahun 1997 rupanya bukan hanya menciptakan tragedi nasional yang tetapi juga menarik perhatian seluruh dunia. Banjir tersebut dilaporkan menggenangi 4 Kelurahan, 745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi. Banjir tsb dilaporkan mencapai rata – rata tinggi 80 cm. Pada Tahun 2002 dan 2007 dilaporkan Banjir Jakarta memburuk dengan penambahan luas genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir besar tahun 2002 dilaporkan menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Banjir tsb dilaporkan membunuh 2 orang dan 40.000 orang pengungsi. Sementara banjir pada 2 – 4 Februari 2007 mempengaruhi 60% dari wilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di bawah tanda merah panggung dan menggusur 150.000 orang. Hal ini menunjukkan bahwa dampak banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal.
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang.  Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini.
Selain itu, secara umum topografi wilayah DKI Jakarta yang relatif datar dan 40% wilayah DKI Jakarta berada di dataran banjir Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Cipinang, Sunter, dll. Sungai – sungai ini relatif juga terletak di atas ketinggian kawasan sekitarnya. Karena fungsi sungai – sungai ini tadinya merupakan saluran irigasi pertanian. Sedangkan kondisi saat ini kebanyakan lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan lain – lain. Akibatnya  air secara otomatis berkumpul di kawasan cekungan di Jakarta Utara.
Berdasarkan data klimatografi di kawasan DKI Jakarta, intensitas hujan tinggi (2.000 – 4.000 mm setiap tahunnya) dengan durasi yang lama.  Hal ini merupakan sifat umum kawasan tropis lembab serta dampak dari pemanasan global. Curah hujan ini selanjutnya akan menciptakan limpasan air yang deras ketika jatuh di atas daerah tangkapan air (catchment) seluas 850 km2 di hulu Jakarta. Daerah tangkapan ini juga mencakup Cianjur, Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Pembangunan besar – besaran di kawasan ini juga menambah debit  limpasan permukaan yang akhirnya juga menambah potensi banjir di kawasan hilir sungai.
Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta.  Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan. Yang terakhir pengaruh peningkatan pasang air laut dan penurunan tanah di Jakarta Utara juga menyebabkan daerah Jakarta Utara semakin rentan banjir.
Sedangkan penyebab banjir dari sisi faktor manusia antara lain karena tidak terintegrasinya tata kota dan tata air di Jabodetabekjur, perencanaan tata ruang yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (di antaranya kurangnya tempat parkir air dan sumber air bersih) serta lemahnya implementasi tata ruang dan tata air di Jabodetabekjur.
Terakhir faktor penyebab manusiawi banjir Jakarta ialah pengambilan air tanah yang berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan tanah semakin ekstrim terutama di Jakarta Utara.
Pendapat terhadap dampak banjir
Integrasi Tata Ruang dan Tata Air sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Kota Jakarta untuk mengurangi dampak banjir setempat. Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis Ekologis sangat diperlukan terutama memperhatikan tata air di kota ini. Bagaimana perencanaan ini dapat dilakukan? Tentu saja harus melibatkan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.
Kedua, Integrated Water Resource Management (IWRM) Plan sangat dibutuhkan untuk mencapai visi berkurangnya banjir di Jabodetabekjur. Hal ini dibutuhkan karena daerah tangkapan yang mempengaruhi Jakarta berasal dari Jabodetabekjur. IWRM Plan ini harus disusun secara komprehensif dengan kolaborasi semua pihak terkait seperti studi kasus IWRM Singapura. Tetapi kondisi kelembagaan dan teknis juga harus diperhatikan dalam IWRM Plan Jabodetabekjur. Kemudian, diperlukan peningkatan kapasitas SDM dan mekanisme organisasi untuk menyusun, menjalankan dan mengevaluasi IWRM Plan.
Selain itu Polder diduga dibutuhkan untuk kawasan Jakarta Utara untuk mengurangi permasalahan genangan banjir karena air hujan dan pasang naik. Polder merupakan sebuah Sistem Tata Air tertutup dengan elemen – elemen tanggul, pompa, saluran, waduk retensi, pengaturan lansekap, saluran dan  instalasi air kotor terpisah. Dengan catatan Polder ini harus bekerja sebagai sebuah kesatuan sistem dan terintegrasi dengan master plan drainase yang lebih makro.
Tingkat sosial masyarakat korban banjir
Tingkat sosial masyarakat korban banjir tidak selamanya berakibat memburuk.Sebagai contoh,banyak manusia sebagai makhluk Tuhan yang peduli membantu baik material dan juga dorongan moral.Sehingga,tidak perlu ada rasa sungkan ataupun malu dalam meminta bantuan kepada sesama yang memang perlu bantuan.
Tingkat Ekonomi Masyarakat Korban Banjir
Tingkat ekonomi masyarakat jelas semakin memburuk.Hal ini disebabkan oleh banyaknya harta benda yang hilang dan rusak.Sehingga segala sesuatu milik masyarakat lebih condong ke arah hilang ataupun rusak.Ini juga berpengaruh terhadap kebutuhan sehari-hari masyarakat yang kurang mampu yang tidak bisa bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tingkat budaya masyarakat korban banjir
Manusia berbudaya, dengan berbekal akal, fikir dan ikhtiarnya, tentu akan mampu mengoptimalkan potensi dirinya itu untuk berbaik-baik, bersahabat dan mengelola alam semesta ini dengan bijaksana. Yakni pengelolaan alam yang berbudaya.
Namun, menebang pohon sembarangan, menutup lahan-lahan terbuka penyimpan air atau mengelola sampah seenaknya tentu perilaku demikian bukan merupakan cerminan manusia yang memiliki predikat “berbudaya” itu. Bahkan, perilaku seperti ini akan medatangkan bencana dan kesengsaraan pada dirinya sendiri termasuk penyebab dari banjir dan juga erosi.
 
Sumber
• http://www.omtimo.org/archives/konsep-dan-definisi-pengelolaan-wilayah-pesisir
• http://oseanografi.blogspot.com/2006/08/sedimen-di-laut-dalam-ideal-untuk.html
• http://indrayaksa.wordpress.com/2009/09/15/pengertian-sedimen/
http://rageagainst.multiply.com/journal/item/33
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar